Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Elegi Matahari

Ketika dahulu kau singgah di hatiku,
ku tahu bahwa kau kan meraja.
Meskipun ku tahu,
hadirmu bawa elegi dalam hidupku,
tak pernah bisa tanganku melepasmu.
Bagai bumi merindu jingganya matahari,
seperti itu pula ku merindu dirimu.
Ku tahu dan ku kenal,
elegi yang kau nyanyi buatku.
Tak ada sesal,
meski sedih yang kau hujam.
Karena ku tahu,
mustahil mengakhiri hari tanpa senja.
Dan
karena ku tahu,
matahari tak selamanya terbit.
Harus ku akui,
meski ku ingin pergi,
meski ku ingin menutup telinga,
elegi yang kau nyanyikan,
menjadi candu buatku.
Harus ku akui,
meski ku ingin bersembunyi,
meski ku ingin menutup mata,
sinar matahari itu,
sinar yang kau pancarkan,
telah menjadi mercusuar buatku.
Aku gila!!
Ya aku gila!
Biar orang lain memanggilku begitu.
Menjadikan sosokmu canduku,
bukan gila.
Menjadikan dirimu mercusuar,
itu hanya setitik asa.
Aku hanya tak bisa,
melukis matahari tanpa jingga.
Aku hanya tak bisa,
membiarkan lukisan dirimu,
hilang bersama elegi yang tertiup angin Barat.
Dahulu telah lewat,
senja telah diganti fajar,
dan matahari telah terbit kembali.
Membawa jingga dan asa baru.
Namun elegi yang kau nyanyikan,
dan lukisan dirimu dalam bola mataku,
tak akan lekang dimakan dimensi waktu.

From
Lia Maria Agnes.

Top Blogs

Posting Komentar untuk "Elegi Matahari"